Jumat, 15 Mei 2009

Karyawan Vs Teknologi Komunikasi

Beberapa hari yang lalu saya mendapat telepon dari seorang teman, kami mengobrol banyak tentang banyak hal sehingga tidak terasa hampir satu jam dan telinga mulai memanas. Dari nomor telepon yang digunakan, penulis tahu kalau teman menggunakan telepon lokal. Dengan menyingkirkan perasaan tidak enak, saya bertanya apakah teman tidak akan keberatan membayar biaya telepon yang pasti membengkak. Teman dengan santai menjawab, ” ini telepon kantor kok..” Beberapa kali dalam seminggu, saya juga membuat janji chatting dengan sejumlah teman pada saat jam kantor. Tentu saja, teman-teman yang berstatus karyawan menggunakan media internet yang ada di kantornya untuk berkomunikasi. Saking asyiknya, terkadang kami menghabiskan beberapa jam hanya untuk ’ngobrol’ ngalor-ngidul.
Teknologi komunikasi di tempat kerja ternyata tidak saja mempermudah pekerjaan kantor, tapi juga mempermudah komunikasi pribadi yang sama sekali tidak berhubungan dengan pekerjaan. Hal ini menjadi sangat menarik untuk dibahas. Pada era globalisasi, penerapan teknologi menjadi suatu kebutuhan dan seringkali menjadi indikator kemajuan suatu perusahaan. Ironisnya, penerapan teknologi yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan efektivitas kerja, ternyata menimbulkan pula social loafing dan hambatan dalam kerja. Peningkatan pembelanjaan, pelatihan, biaya-biaya manajemen yang terkait dengan teknologi komunikasi, ternyata juga diikuti oleh perilaku pemanfaatan teknologi yang tidak pada tempatnya. Semakin banyak organisasi menyalurkan uang ke arah teknologi komunikasi maka semakin besar pengeluaran yang terjadi.
Dalam kajiannya tentang penggunaan teknologi komunikasi di tempat kerja, Eastin, Glynn & Griffith (2007) menyatakan bahwa pada kenyataannya, pemanfaatan pribadi teknologi komunikasi (antara lain: internet) tidak hanya sekedar untuk melakukan komunikasi pribadi (seperti mengirim email pribadi, chatting), namun juga hal-hal lainnya (seperti bermain game, surfing) bahkan perilaku yang mengarah pada cybercrime. Sebagai contoh, sangat mungkin terjadi karyawan mencuri identitas dari karyawan lain atau kostumer untuk kepentingan tertentu, atau mengancam dan mengganggu orang lain dengan memanfaatkan teknologi, atau sebagai ... maka karyawan bisa saja dengan tidak hati-hati membuka attachment yang berisi suatu virus atau worm yang dapat menutup jaringan komunikasi perusahaan.
Ada beberapa kondisi psikologis yang dapat menjelaskan timbulnya pemanfaatan pribadi di tempat kerja. Eastin dkk. (2007) melihat ada kaitan antara kebosanan, stres, kebiasaan, self-reactive dan self-regulation sebagai faktor yang dapat menyebabkan pemakaian teknologi komunikasi secara tidak tepat. Tingkat kebosanan yang tinggi, antara lain disebabkan oleh beban kerja yang kurang secara kuantitatif, dan diikuti oleh pengaturan diri yang tidak memadai dapat meningkatkan reaksi diri untuk melakukan internet seperti chatting, bermain game ataupun surfing. Sementara pengaturan diri yang tak mencukupi sangat signifikan berhubungan dengan pembentukan kebiasaan dalam penggunaan teknologi komunikasi untuk kepentingan pribadi.
Satu hal lain yang menarik dari kajian Eastin dkk. (2007) adalah pemakaian internet di tempat kerja bukan ditujukan untuk mengurangi stres kerja melainkan lebih bertujuan untuk mengatasi kebosanan. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya internet merupakan kegiatan yang menstimulasi mental sehingga cenderung menjadi medium penyebab stres dan bukannya menimbulkan perasaan santai. Pemahaman yang mendalam mengenai kondisi psikologis para pemakai teknologi komunikasi di tempat kerja, diharapkan dapat mengurangi penggunaan teknologi komunikasi yang tidak sesuai selama waktu kerja.

Referensi:Eastin, M.S.,Glynn, C.J., Grifftihs, R.P. 2007. Psychology of Communication Technology Use in the Workplace. Cyber Psychology & Behavior. Vol.10, 3, p. 436-443

Tidak ada komentar:

Posting Komentar